06 April 2010

Karet Campur Tatal tak Laku Dijual

*’Tauke Karet’ Wajib Kantongi STPP-Bokor SIR

MUSI RAWAS-Petani karet dan juga ‘Tauke Karet’ atau pedagang baik pedagang besar dan kecil tidak bisa lagi main-main dalam menjual hasil kebun yang menjadi produk primadona di Kabupaten Musi Rawas (Mura) ini. Alih-alih ingin mencari keuntungan bisa jadi menimbulkan kerugian besar. Sebab pembelian karet oleh pihak perusahaan pengolah kini benar-benar selektif, karet mutu rendah misalnya karet campur tatal sama sekali tak laku jual alias tidak ada harganya.

Untuk itu Pemkab Mura melalui Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Pasar (Disperindagsar) terus menghimbau kepada petani khususnya pelaku usaha untuk mengedepankan kualitas karet dan juga mengikuti aturan yang berlaku. Menurut kepala Disperindagsar Mura, EC Priscodesi melalui Kabid Perdagangan Edi Zainuri didampingi Kasi Pengawasan dan Perlindungan Konsumen, Armansyah dihimbau kepada pelaku usaha dan pedagang informal yang belum memiliki Surat Tanda Pendaftaran Pedagang Bahan Olah Komodity Ekspor Standart Indonesian Rubber (STPP Bokor SIR) untuk mengurusnya ke Disperindag Mura tepatnya Bidang Perdagangan.

“Ini sejalan dengan Peraturan Menteri Perdagangan RI Nomor 53 /M-DAG/PER/10/2009 tentang pengawasan mutu BOKOr SIR yang diperdagangkan serta Peraturan Dirjen Perdagangan Luar Negeri Nomor 08/DAG LU/PER/II/2009 tentang petunjuk pelaksana Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 53 /M-DAG/PER/10/2009,” tegas Edi Zainuri. Sebab tanpa mengantongi STPP Bokor SIR maka perusahaan pengolahan rubber (karet, red) tidak akan membelinya karena tidak ada jaminan kualitas. Intinya pihak perusahaan menghindari adanya karet dengan kualitas rendah khususnya yang dicampur tatap, sandal dan berbagai campuran lain yang sering dilakukan petani nakal untuk menambah bobot karet yang dijual.

Untuk memperjelas semuanya, Edi Zainuri memberikan penegasan mengenai petunjuk pelaksana pengurusan STTP Bokor SIR.
“STPP Bokor SIR adalah dokumen tertulis yang dimiliki pelaku usaha atau pedagang informal yang memperdagangkan Bokor SIR sebagai bentuk legalitas terdaftar dari dinas yang mempunyai tugas dan tanggung jawab di bidang perdagangan di kabupaten,” paparnya. Pelaku usaha yang dimaksud yakni setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum RI.

“Baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian penyelenggaraan kegiatan usaha di bidang perdagangan Bokor SIR),” tambah Edi Zainuri. Sementara pedagang informal adalah perorangan yang tidak memiliki izin usaha melakukan kegiatan perdagangan Bokor SIR dalam skala kecil yang dijalankan sendiri berdasarkan azas kekeluargaan.

“Selain itu ada beberapa persyaratan dalam mengurua STPP Bokor SIR,” katanya. Bagi pelaku usaha syaratnya yakni foto copy SIUP dengan menunjukkan aslinya satu lembar, kemudian pas foto 3 x 4 terbaru dari penanggungjawab sebanyak dua lembar. Serta persyaratan surat pernyataan bermaterai Rp 6.000 akan melakukan perdagangan dan menyimpang Bokor SIR serta bersedia mengikuti pemeriksaan mutu Bokor sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan (formulir).
“Sedangkan untuk pedagang informal persyaratannya hamper sama hanya saja tidak melampirkan foto copy SIUP melainkan foto copy KTP yang masih berlaku,” pungkasnya. (ME-02)

0 komentar:

Top Reader

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More