*Ratnawati dan Soni Sempat Bersitegang?
MUSI RAWAS-Ratusan demonstran mengatasnamakan Forum Pembela Rakyat (FPR) dan Koalisi Masyarakat Musi Rawas (KMMR) Senin (30/11) mendatangi kantor DPRD Mura saat rapat paripurna penetapan ketua DPRD Mura sedang berlangsung. Alhasil rapat paripurna tidak bisa dilaksanakan alias deadlock.
Kedatangan massa ke kantor DPRD Mura itu menuntut agar penetapan ketua DPRD Mura defenitip ditunda. Karena ketua DPRD Mura yang ditetapkan dianggap diajukan tidak secara prosedural. Massa datang dengan membawa spanduk dan kertas karton yang bertuliskan KMMR menolak memiliki ketua yang tak memiliki kemampuan SDM, tidak memahami karakter masyarakat Musi Rawas, tidak demokratis dan aspiratif.
Kemudian FPR menuntut penundaan pelantikan ketua DPRD Mura, serta mendukung mosi tidak percaya terhadap ketua DPC PDI-Perjuangan Mura.
“Jangan gadaikan harga dirimu dengan baju dan kantong. Kami tidak mau memiliki pemimpin yang dijadikan boneka, Cacam kantong asoy lur, Ganti Ratnawati yang arogan, ketua DPRD Mura bukan boneka Ratnawati,” demikian salah satu orasi pendemo.
Di depan kantor DPRD Mura, Edward Antoni, dalam orasi politiknya mengatakan bahwa masyarakat Mura tidak mau memiliki pimpinan yang hanya dijadikan boneka. Sebab Mura membutuhkan pimpinan yang bisa memikirkan nasib rakyat.
Kalau pemimpin-pemimpin yang disebutkan tadi menjadi ketua DPRD Mura, menurut mau menjadi apa kabaputen Mura ke depan.
“Apa jadinya Kabupaten Mura memiliki pimpinan yang tak mengetahui psikologi masyarakat Mura,” ungkapnya.
Sementara itu Andrie, salah seorang pendemo mengatakan dewan bukan milik partai, setelah jadi dewan adalah milik masyarakat dan harus menampung aspirasi masyarakat. Keputusan ini merupakan keputusan rakyat, karena rakyat yang memiliki hak untuk meminta penundaan penetapan.
Seluruh rakyat yang hadir merupakan warga Mura mendukung hal-hal positif. “Dan kita tidak ingin asset-aset Mura diambil oleh daerah lain,” pintanya. Menurutnya mereka tidak akan memilih dewan yang tidak berpihak kepada masyarakat.
Sedangkan Arjuna Jifri dalam orasi politiknya menegaskan bahwa masyarakat Mura membutuhkan pemimpin yang mempunyai kemampuan untuk memimpin.
Sedangkan Wahisun Wais Wahid meminta pendemo jangan takut dan gentar serta berjuang terus. Karena menurutnya Mura bukan milik perorangan tetapi milik masyarakat banyak.
“Saya selaku ketua Komisi III DPRD Lubuklinggau yang pertama dalam paripurna menyampaikan menolak secara penuh penolakan terhadap Ratnawati Ibnu Amin dan Srie Hernalina Utama menjadi ketua DPRD Mura defenitip. Apapun resikonya saya tanggung,” ungkapnya.
Setelah melakukan orasi politik, 10 orang perwakilan dari demonstran bertemu dengan Ketua dan Wakil ketua untuk berdialog. Pertemuan tersebut dilaksanakan di ruang anggaran DPRD Mura.
Dialog yang dipimpin ketua DPRD Mura sementara, Soni Rahmat Widodo, didampingi Suryadi dan dihadiri anggota DPRD lainnya. Di pihak demonstrans, ada Amri Sudaryono, Alhayat, Syaipul, Arjuna Jifri, dan pengurus DPC PDI-Perjuangan, Roberto.
Saat dialog juru bicara demonstran, Arjuna Jifri menyampaikan bahwa kedatangan demontsran ke DPRD Mura menuntut supaya penetapan ketua DPRD Mura ditunda, karena dianggap kurang capable untuk memimpin Mura. sementara untuk urusan intern PDI-Perjuangan diserahkan ke internal PDI-Perjuangan. Dikatakannya seharusnya yang menjadi pimpinan DPRD Mura adalah orang-orang yang mengetahui karakteristik Mura, sementara ketua yang akan ditetapkan tidak diketahui asal-usulnya.
Disampaikannya di Mura ada dua pimpinan yakni legislative dan eksekutif. Eksekutif bupati dan legislatif pimpinan dewan. Nah mereka meminta apa yang diputuskan PDI-Perjuangan supaya ditunda.
“Kalau legislatif dan eksekutif berjalan tidak searah bagaimana jadinya pembangunan di Mura,” tegasnya.
Mengapa masyarakat bergerak, karena ada dugaan rekayasa pimpinan dewan yang nantinya hanya dijadikan boneka, sehingga massa bergabung dengan DPC PDI-Perjuangan untuk demo.
“Kalau penetapan ketua dilanjutkan kami tidak tahu apa jadinya. Sejarah sudah membuktikan bahwa gedung dewan sudah pernah diduduki dan dikepung bahkan nyaris dihancurkan. Kami tidak mau itu terjadi lagi, kita harus memikirkan rakyat jangan memikirkan pribadi,” ungkapnya.
Sementara itu pengurus DPC PDI-Perjuangan, Roberto mengatakan bahwa dalam hal permasalahan yang terjadi, pengurus DPC PDI-Perjuangan sudah menyampaikan surat permintaan penundaan penetapan ketua DPRD Mura defenitip. Karena pengajuan ketua DPRD Mura defenitip dari PDI-Perjuan belum mengacu kepada SK No 411.
Sementara itu Amri Sudaryono mengatakan kami meminta dewan jangan cuma menampung aspirasi. Tapi kami minta disampaikan ke paripurna. Perlu diingat jangan bicara masalah aturan-aturan, ketika aturan tidak memenuhi rasa keadilan maka aturan itu harus dikesampingkan. Sudah berkembang dimasyarakat bahwa pengajuan Srie Hernalini Nita Utama tidak procedural.
Alhayat juga angkat bicara, apa yang sudah disampaikan dalam dialog ini harus disampaikan dalam paripurna. Kami meminta fraksi yang mendukung tetap konsisten menolak Srie Hernalini Nita Utama sebagai ketua DPRD Mura defenitip.
Menanggapi permintaan perwakilan demonstran, Ketua DPRD Mura sementara, Soni Rahmat Widodo mengatakan mengenai aspirasi yang disampaikan memang ada benarnya bahwa di PDI-Perjuangan terlihat hal yang tidak biasa. Pertama ada surat masuk dari ketua, kemudian dari pengurus DPC PDI-Perjuangan minta ditunda. Surat penundaan dianggap tidak sah. Melihat kenyataan itu saya melihat ada konflik di internal yang belum diselesaikan.
Ketua Fraksi PDI-Perjuangan, Azandri mengatakan sangat menghargai apa yang disampaikan oleh demonstran. Tapi perlu diingat bahwa kader PDI-Perjuangan menjalankan perintah sesuai dengan aturan dan mekanisme.
Perlu diketahui tidak ada dalam aturan bahwa pimpinan harus legitimate, itulah konsekuensi dari berpartai. Konflik seharusnya tidak perlu, kalau merujuk ke aturan sesuai SK 411 yang sesuai menjadi ketua cuma Mulyadi dari tiga nama tersebut.
Sedangkan Alamsah A Manan Ketua Komisi I mengatakan bahwa dewan bekerja sesuai dengan amanat konstitusi, pihaknya di DPRD Mura tidak ada masalah. Dikatakannya surat permintaan penundaan dari DPC PDI-Perjuangan dengan sendirinya gugur bilamana ada surat dari DPP PDI-Perjuangan. Ditambahkan Suryadi aspirasi dipersilkahkan saja karena itu adalah hak. Dikatakannya dalam hal proses aspirasi tetap perhatikan aturan.
Sementara itu, rapat paripurna penetapan ketua dan wakil-wakil ketua DPRD Mura yang dihadiri 37 anggota dewan, akhirnya deadlock. Deadlocknya paripurna tersebut setelah tiga jam rapat tidak ada keputusan yang dihasilkan. Akhirnya ketua DPRD Mura sementara, Soni Rahmat Widodo mengetok palu tanda rapat paripurna ditutup. Dan kemungkinan akan dilanjutkan, hari ini, Selasa (1/12).
Menariknya rapat paripurna tersebut sempat empat kali diskor. Skor yang pertama karena terjadi pedebatan seputar masalah surat permintaan penundaan ketua DPRD Mura defenitif dari pengurus DPC PDI-Perjuangan, skor yang kedua unsur pimpinan menemui demonstran dan skor yang ketiga pimpinan dewan menemui demonstran untuk berdialog, terakhir skor keempat anggota dewan memberi kesempatan kepada fraksi untuk memutuskan apakah ada konflik internal di PDI-Perjuangan atau tidak.
Rapat yang terbilang cukup tegang tersebut berlangsung dengan a lot. Dimana ketua DPRD Sementara berpatokan kepada keputusan Banmus bahwa yang ditetapkan dahulu adalah wakil-wakil ketua, sementara itu anggota paripurna menginginkan ketua dan wakil langsung ditetapkan sekaligus.
Alasan ketua menginginkan penetapan wakil-wakil ketua, karena berdasarkan keputusan Banmus. “Kalau ketua dan wakil-wakil ketua harus ditetapkan satu paket, lebih baik Banmus dibubarkan dahulu,” kata Soni.
Menurut Bastari Ibrahim sebenarnya permasalahan ini sudah diklarifikasi ke DPP PDI-Perjuangan dan tidak ada persoalan. Dan juga surat permintaan penundaan dari pengurus DPC itu ada stempelnya atau tidak.
“Hasil klarifikasi mulai dari DPC, DPD dan DPP itulah keputusan Megawati Soekarno Putri,” ungkapnya. Masalah internal PDI-Perjuangan bukan dibawa ke paripurna.
Sedangkan Achmad Bastari mengatakan masalah PDI-Perjuangan tidak ada masalah lagi. Yang jelas kemarin agendanya adalah poenetapan ketua DPRD defenitip. “Kalau setelah penetapan tidak memenuhi kreteria sebagai pimpinan ada jalan untuk membuat mosi tidak percaya,” terangnya.
Kalau ketua tidak ditetapkan akan berdampak dengan hukum, kalau suatu saat ada masalah. Artinya kita jangan masuk dalam rana internal PDI-Perjuangan. Alamsyah A Manan, menambahkan sudah jelas berdasarkan susduk secara hirarki DPP PDI-Perjuangan sudah menunjuk calon ketua. Artinya kemarin adalah penetapan.
Saat rapat paripurna diskor selama satu jam untuk memberi kesempatan kepada internal DPC PDI-Perjuangan menjelaskan apakah ada konflik internal atau tidak ada yang kejadian mengejutkan. Tersiar kabar bahwa selama rapat di ruang fraksi PDI-Perjuangan, antara Soni Rahmat Widodo dan ketua DPC PDI-Perjuangan sempat adu mulut. Tidak diketahui secara pasti apa yang diributkan. Tapi menilik kenyataan, kemungkinan ributnya dua pengurus PDI ini terkait masalah ketua DPRD Mura defenitif.
Indikasi ributnya kedua orang tersebut terlihat pintu masuk ke tempat pertemuan itu dijaga ketat, bahkan di depan ruangan fraksi PDI-perjuangan juga dijaga ketat. (ME-07)
0 komentar:
Posting Komentar