LUBUKLINGGAU-Warga Rt 04 Kelurahan Pelita Jaya Kecamatan Lubuklinggau Barat I, Selasa (17/11) lalu mendatangi Pemerintah Kota (Pemkot) Lubuklinggau. Perwakilan warga ini mendatangi Pemkot Lubuklinggau untuk mempertanyakan keberadaan gereja didearah tersebut yang masih melakukan aktivitas, walaupun dalam rapat dengan Walikota Lubuklinggau, Riduan Effendi, sudah diperintahkan untuk menghentikan segala aktivitas.
Warga diwakili ketua MUI Mura, Hasan Basri Arha didampingi Camat Barat I, Zainal Hamzah Adit serta Lurah diterima Kepala Bagian Kesra, Zainal Abidin KRJ, tapi karena ada pertemuan, pertemuan warga dengan Kabag Kesra tersebut tidak dilanjutkan. Kemudian perwakilan warga tersebut diterima Asisten I, Ishar Syafawi.
Diakuinya masyarakat setempat dengan pengurus gereja sudah sepakat bahwa gereja yang berada di Rt 04 Kelurahan Pelita Jaya Kecamatan Lubuklinggau Barat I tidak digunakan lagi untuk aktivitas jemaah. “ Niat baik iktu ditandai dengan merek gereja sudah diturunkan oleh pengurus gereja,”kata Muhaji.
Tapi tanpa sepengetahuan dari warga Minggu lalu, aktivitas di gereja masih tetap berlangsung. “ Memang di gereja tidak lagi. Tapi kegiatan dilaksanakan dirumah disamping gereja, itu sama sama,”ungkapnya.
Makanya sekarang ini kami mendatangi Pemkot Lubuklinggau untuk memberitahukan masalah itu, walaupun kegiatan dirumah jangan digunakan lagi, karena tidak ada izinnya. “ Kalau masyarakat mau anarkis tidak mungkin karena ada Pemkot Lubuklinggau, makanya kita minta bagaimana Pemkot mengatasinya,”Terangnya.
Kalau memang mau ditutup, harus ada surat dari Pemkot Lubuklinggau. Artinya jangan digunakan lagi. Ditambahkannya pernah saat itu masyarakat protes, datanglah anggota dewan. Pada anggota dewan masyarakat menjelaskan bahwa penolakan warga bukan masalah agama, tetapi keberadaan gereja tanpa ijin. “Setelah mendapat penjelasan kemudian anggota dewan tadi pergi. Pun juga ada anggota yang datang diberitahu, kemudian langsung pergi,”ungkapnya.
Dengan kegiatan yang dilaksanakan, artinya pengurus gereja sudah tidak mematuhi kesepakatan yang disaksikan walikota Lubuklinggau beberapa waktu lalu.
Diakuinya sebenarnya keeenganan pengurus gereja tidak mau pindah sengaja memancing emosi warga supaya ada gejolak. Tapi masyarakat tidak terpancing, karena masyarakat tidak mempermasalahkan agama, tapi keberadaan gereja.
Terpisah Ketua MUI Mura, sekaligus warga setempat Hasan Basri Arha, menjelaskan sebenarnya mereka Cuma menumpang melaksanakan akad nikah di gereja. Kegiatan itulah yang dipermasalahkan masyarakat. Karena sesuai dengan kesepakatan disana tidak diperbolehkan ada kegiatan lagi. “Justru itu kami datang ke Pemkot Lubuklinggau karena masyarakat sudah geram. Apalagi hasil rapat tidak diakui pihak gereja,”paparnya.
Harus diketahui kata Hasan Basri Arha berdasarkan keputusan bersama Mendagri dan Menteri Agama No 1 tahun 1969 setiap pendirian rumah ibdah harus izin bupati dan walikota atas rekomendasi departemen agama dan sospol zaman itu. Sospol bukan mengeluarkan izin, tapi memberitahu ke bupati dan walikota, wajar atau tidak dibangun rumah ibadah.
Ditambahkannya aturan baru, pendirian Rumah ibadah termasuk gereja, warganya minimal harus ada 90 orang. Ini Cuma ada tiga rumah.
Sementara itu Camat Barat II, Zainal Hamzah Adit, mengatakan jalan keluarnya kita tetap berpatokan dengan kesepakatan yang lama, gereja itu harus ditutup. Sebab aturannya sudah jelas. Diakuinya sebenarnya kegiatan digereja tersebut sudah dianjurkan berhenti sejak zaman almarhum Dahri Anom, tetapi mereka tetap membangkang.
0 komentar:
Posting Komentar