20 November 2009

DPC PDIP Mura Terpecah?

*Joko: Hitam Katakan Hitam, Putih Katakan Putih

MUSI RAWAS-‘Genderang perang’ antara pendukung Ketua DPC PDI-Perjuangan Musi Rawas (Mura), Hj Ratnawati Ibnu Amin dengan pengurus DPC PDI-Perjuangan (PDIP) yang kontra mulai ditabuh. Kedua pihak sama-sama tidak mau mengalah dan seakan makin memperuncing konfik di tubuh partai berlambang kepala banteng moncong putih ini.

Salah satu indikasinya pernyataan pedas dari dua belah pihak. Salah satunya, Roberto, Wakil Ketua Bidang Hukum dan Informasi DPC PDIP Mura, Kamis (19/11) bertempat di Sekretariat DPC PDIP Mura mengatakan bahwa Azandri tidak mempunyai kapasitas berbicara mengatasnamakan pengurus. Karena menurutnya yang berhak berbicara adalah pengurus teras DPC PDI P Mura. 

Pernyataan bernada pedas ini dilontarkannya Roberto terkait pernyataan Azandri bahwa dirinya sudah direposisi dari partai karena tidak pernah aktif dalam kepengurusan partai. Dilanjutkan Roberto, seharusnya Azandri menyadari bahwa terpilihnya dia sebagai Ketua Fraksi PDI P tidak melalui mekanisme yang berlaku. “Azandri terpilih menjadi ketua fraksi tidak melalui mekanisme dan tidak prosedural,” ungkapnya.

Diinformasikannya, jangankan direposisikan, surat peringatan dari Ketua DPC PDIP mengenai reposisi belum pernah diterimanya. Mengenai ia sulit untuk dihubungi, dibantah Roberto. Menurutnya setiap saat ia ada dan selalu siap jika dihubungi. “Surat peringatan sampai hari ini belum ada, kalau kurang jelas tanyakan ke sekretaris DPC,” jelasnya. 

Sementara itu Sekretaris DPC PDIP, yang berseberangan dengan Ketua DPC PDIP Mura, Joko Susanto mengatakan reposisi pengurus merupakan mekanisme organisasi partai. Mengapa demikian, karena menurut Joko segala sesuatu dalam organisasi partai politik diakui dalam UUD 1945 termaktub pada pasal 6, 20,24 dan 28 sebagai korelasinya.

Masalah itu dijelaskan lagi didalam UU No 2 tahun 2008 tentang partai politik (Parpol). Jadi mekanisme aturan partai diatur didalam undang-undang. Apalagi parpol merupakan bagian dari instrument Negara dan bagian dari pengaturan Negara. Mengapa demikian, karena disebutkan mencalonkan kepala daerah dan anggota DPRD harus dari parpol, presiden juga dari parpol. Artinya parpol itu musti mempunyai aturan, punya mekanisme. Ketika mekanisme itu dikangkangi mau menjadi apa dan bagaimana partai nanti. 

“Saya mengomentari bahwa ini suatu kejahatan. Kalau misalkan dalam AD/ART sudah dikangkangi apa yang terjadi. Tentunya akan terjadi terus ketidaksinkronan, makanya rapat DPC PDIP Mura kita dengan tegas mengatakan bahwa proses pengajuan ketua DPRD Mura tidak melalui mekanisme yang benar,” tegas Joko.

Seharusnya menurut Joko sebagai ketua DPC PDI-Perjuangan harus berani. “Kalau hitam katakan hitam kalau putih katakan putih, itulah cirinya seperti diamanatkan Ketua Umum Megawati Soekarno Putri. Kita harus berani mengatakan itu,” ungkapnya.

Masih menurut Joko sepanjang seluruh permasalahan melalui mekanisme dan aturan tentu akan dipatuhi.

“Kenapa saya tidak menandatangani penghilangan nama Awam Abdulah dalam Daftar Calon Tetatp (DCT) pada Pemilu legislatif, karena ada aturan dalam keputusan DPP menyatakan perubahan aturan ini harus melalui persetujuan DPP. Karena pencabutan Awam Abdulah tidak melalui persetujuan DPP saya tidak akan menandatangani. Kenapa saya tidak tangani pengajuan Srie pada saat pengajuan ke DPRD, karena saya melihat proses pengajuannya itu tidak benar karena tidak sesuai dengan SK 411/KPTS/DPP/VIII/2009 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penetapan Pimpinan Dewan dan ketua Fraksi DPR-RI,DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota dari PDI-Perjuangan,” imbuhnya. 

Harus diketahui kata Joko bahwa di parpol tindak lanjut dari AD/ART adalah Surat Keputusan (SK) partai. Makanya masalah ini seharusnya yang memberi klarifikasi adalah ketua DPC bukan orang-orang yang tidak mempunyai kewenangan untuk memberi komentar. Klarifikasi ketua DPC sangat perlu jangan sampai permasalahan ini berlarut-larut.

“Kalau memang kata ketua DPC itu benar katakan di publik. Jangan disuruh yang bukan kapasitasnya memberi keterangan di media,” sindirnya.

Lebih jauh ia mengatakan berangkat dari permasalahan itu, ia selama ini menahan diri tidak mau berkomentar. Alasanya lainnya, karena ia tidak pernah ditanya pengurus DPC dan PAC lain. Apalagi kalau mengeluarkan statemen ada konsekuensi untuk partai.
“Karena sekarang kawan-kawan secara struktural menyatakan dengan tegas-tegas menuntut proses itu bagaimana, saya jelaskan prosesnya seperti ini. Mereka tidak tahu, makanya mereka mengajak rapat. Setelah rapat diketahui bahwa proses pengajuan tidak sesuai mekanisme,” ungkapnya.

Harus dipilah kata Joko, ia atau pengurus lain bukan mempermasalahkan surat keputusan DPP PDI-Perjuangan, karena DPP PDI-Perjuangan cuma menerima. “Mereka tidak tahu menahu kejadian yang terjadi di Mura sampai berlarut-larut seperti ini,” terangnya.

Ketika itu diajukan DPP, pimpinan di DPP mengadakan rapat bukan melalui persetujuan perorangan, paling tidak ada korwil yang menyetujui. Tidak hanya keputusan Mega dan Pramono saja. Begitu urgennya dalam pasal 5 ayat 3 dan 4, bahwa ketua yang akan diusulkan menjadi ketua DPRD Mura harus dipilih melalui rapat DPC. “ Ini pemilihan bukan mengambil keputusan. Kalau mengambil keputusan harus dihadiri 2/3 pengurus, begitu juga DPRD seluruh instansi seperti itu juga,” jelasnya. 

Kalau ada yang mengatakan pengurus DPC sulit dihubungi, Joko menjelaskan aturannya jelas selambat-lambatnya satu minggu sebelum pelaksanaan diberi undangan. “Apalagi pengurus masih di wilayah Mura, bukan di daerah lain,” tegasnya.

Kepemimpinan Ratna Dinilai Berhasil

Pernyataan dari pengurus DPC PDI-Perjuangan membuat kader-kader pendukung Ketua DPC PDI-Perjuangan Mura kesal. Terbukti, kemarin (19/11) Wakil Bendahara DPC PDI-Perjuangan, Darmadi bersama dengan ketua Relawan Perjuangan Demokrasi (Repdem), Bambang Ekalaya menggelar jumpa pers.

Dalam jumpa pers tersebut Darmadi mengatakan sebagai kader ia merasa terpanggil untuk meluruskan permasalahan yang ada. Karena ini menurutnya sudah menyangkut eksistensi partai. 

Dikatakannya berbicara masalah PDI-Perjuangan, partai ini dibesarkan di Mura bukan tanpa melalui perjuangan, makanya kader dituntut untuk mempertahankannya. Bisa dikatakan saat ini PDI-Perjuangan sudah berhasil bisa mengantarkan Ridwan Mukti dan Ratnawati Ibnu Amin menjadi Bupati dan Wakil Bupati. Artinya telah dapat menguasai, kalau dibilang kepemimpinan Ratnawati tidak berhasil menurutnya kurang tepat.

Selain itu juga Darmadi sangat menyayangkan adanya pengurus DPC PDI-Perjuangan mengatakan bahwa ditubuh PDI-Perjuangan telah terjadi perpecahan. Selaku kader menurutny tidak ada perpecahan di internal partai ini. 

“Menurut kami tidak ada perpecahan di internal partai PDI-Perjuangan Mura,” ungkapnya.

Mereka juga sangat menyesali kalau sekretaris partai, Joko Susanto secara terang-terangan membuka hal-hal yang negatif terhadap ketua DPC PDI-Perjuangan Mura, karena bukan tempatnya. Bahkan jalannya roda partai sangat tergantung dengan sekretaris.

“Kita ketahui bahwa Ratnawati sebagai Wakil Bupati yang notabene tidak mungkin harus turun langsung, tentunya sekretaris yang menggantikannya,” paparnya. 

Ketika sekretaris kurang sejalan dengan ketua, harus dimusyawarahkan. Dampaknya jelas kalau tidak sejalan ada pihak luar yang berbicara bahwa PDI-P terhadi konflik, diperparah lagi dari intern partai juga menyatakan seperti itu.

Perlu masyarakat ketahui sejak menjadi pengurus partai dan menjadi anggota DPRD Mura, tidak pernah terjadi konflik. Kalaupun ada konflik atau perpecahan itu lebih disebabkan adanya sentiment-sentimen person bukan secara kelembagaan, karena kepentingan-kepentingan tidak diakomodir. 

“Kalaupun ingin melakukan mosi tidak percaya, saya kira saat ini kurang tepat, karena ada mekanisme dan prosedurnya. Dimana bisa dilaksanakan melalui konfercabsus, itupun harus didukung DPD, DPP dan PAC. DPP yang menentukan. Ini komentar kami selaku kader partai, jangan sampai ada kepentingan pribadi membuat partai ini menjadi kurang harmonis seolah-olah terjadi perpecahan. Saya mohon kawan-kawan DPC harus menahan diri, kita tunggu konfercab nanti 2010. prosesnya kita tunggu kongres April, Konferda barulah Konfercab,” pintanya.

Ditempat yang sama Ketua Repdem, Bambang Ekalaya mengatakan ada pernyataan bahwa proses dilangkahi, menurutnya mekanisme rapat dilaksanakan. 

“Persoalan tidak hadir itu masalah mereka dan Joko pun menandatangani. Kalau menolak sebenarnya sederhana, kalau Sony jadi tidak menjadi masalah,” paparnya.

Kalau ada yang mengatakan karena persoalan keterpaksaan, bisa saja beralasan, kalau memang ada mengapa tidak sejak lama dimunculkan.

“Saya protes wakil-wakil DPC, mereka tidak aktif selama empat tahun. Seharusnya mereka direshufle, karena tidak ada kontribusi, contoh Pilpres mereka tidak aktif, yang aktif ketua dan sayap partai. Mereka yang menandatangani kemarin tidak aktif,” jelasnya.

Menyinggung masalah Joko tidak menandatangani, digantikan Nyoman Pelan, Bambang mengatakan ketika surat terbit Joko Susanto sudah diminta untuk menindaklanjuti, tapi diabaikan dengan alasan ia tunduk ke DPD PDI-Perjuangan.

Sementara ketua PAC Jayaloka, Cristian Lesmana mengatakan bahwa seluruh PAC mendukung Ketua DPC PDI-Perjuangan, hanya beberapa saja yang tidak. Kita mendukung kebijakan partai, secara otomatis tetap mendukung Ratnawati sampai akhir kepemimpinan. (ME-07)

0 komentar:

Top Reader

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More