30 November 2009

13 PAC PDI-P Mura Dukung Mosi Tak Percaya

MUSI RAWAS-Diam-diam sudah 13 Pimpinan Anak Cabang (PAC) PDI-Perjuangan diwilayah Kabupaten Musi Rawas (Mura) yang mendukung mosi tidak percaya terhadap ketua DPC PDI-Perjuanga, Hj Ratnawati Ibnu Amin. 

Ke-13 PAC tersebut yakni Rawas Ilir, Muara Kelingi, Karang Dapo, Rawas Ulu, Muara Rupit, Sumber Harta, Megang Sakti, Selangit, Muara Beliti, Muara Lakitan, Nibung dan Terawas, terakhir Tugumulyo. 

Kuat dugaan dukungan terhadap mosi tidak percaya dilakukan 13 PAC tersebut, karena tidak mempercayai kepemimpinan ketua DPC, baik masalah keuangan maupun penetapan Srie Hernalina Nita Utama, sebagai ketua defenitip DPRD Mura, yang dilakukan secara potong kompas.

Bahkan menurut imformasi yang didapat secara diam-diam juga sekretaris DPC PDI-Perjuangan Mura, Joko Susanto sudah melayangkan surat ke secretariat dewan (Sekwan) meminta pelantikan dan penetapan ketua DPRD Mura ditunda. 

Sekretaris DPC PDI-Perjuangan, Joko Susanto, ketika dihubungi Musirawas Ekspres, Minggu (29/11) melalui ponselnya mengatakan belum ada pihaknya mengajukan surat ke sekretariatan dewan (Sekwan) minta penundaan ketua defenitip. “ Belum ada, kita lihat saja perkembangannya,”kata Joko singkat.

Mengenai ada dukungan 13 PAC, ia mengatakan sah-sah saja kalau ada PAC mau mendukung mosi tidak percaya yang sudah diajukan. “ Kalaupun mengalir dukungan terhadap mosi tidak percaya sah-sah saja,”tegasnya.

Kalaupun memang ada yang mendukung tidak apa-apa. Sebaliknya jika PAC tidak mendukung tidak ada permasalahan. Kalau masalah jumlah berapa yang mendukung ia tidak merangkumnya. Tapi sekali lagi kalau ada yang mendukung sah-sah saja.

Mengapa ia mengatakan demikian karena saat rapat pengurus DPC-Perjuangan yang dilakukan di kantor DPC PDO-Perjuangan tidak melibatkan PAC.

Diakuinya mosi tidak percaya dilakukan karena ada demontrasi, karena aspiratip makanya diajukan mosi tidak percaya. 

Perlu diketahui katanya bukan tidak ingat jumlah PAC yang mendukung, tapi yang jelas keputusan DPC-Perjuangan itu kolektif koligeal berdasarkan rapat pengurus DPC.

Artinya reposisi pengurus merupakan mekanisme organisasi partai. Mengapa demikian, karena menurut Joko segala sesuatu dalam organisasi partai politik diakui dalam UUD 1945 termaktub pada pasal 6, 20,24 dan 28 sebagai korelasinya.

Masalah itu dijelaskan lagi didalam UU No 2 tahun 2008 tentang partai politik (Parpol). Jadi mekanisme aturan partai diatur didalam undang-undang. Apalagi parpol merupakan bagian dari instrument Negara dan bagian dari pengaturan Negara. Disebutkan juga dalam aturan bahwa mencalonkan kepala daerah dan anggota DPRD harus dari partai politik (Parpol), presiden juga dari parpol. Artinya parpol itu musti mempunyai aturan, punya mekanisme. Ketika mekanisme itu dikangkangi mau menjadi apa dan bagaimana partai nanti. 

“Saya mengomentari bahwa ini suatu kejahatan. Kalau misalkan dalam AD/ART sudah dikangkangi apa yang terjadi. Tentunya akan terjadi terus ketidaksinkronan, makanya rapat DPC PDIP Mura kita dengan tegas mengatakan bahwa proses pengajuan ketua DPRD Mura tidak melalui mekanisme yang benar,” tegas Joko.

Seharusnya menurut Joko sebagai ketua DPC PDI-Perjuangan harus berani. “Kalau hitam katakan hitam kalau putih katakan putih, itulah cirinya seperti diamanatkan Ketua Umum Megawati Soekarno Putri. Kita harus berani mengatakan itu,” ungkapnya.

Masih menurut Joko sepanjang seluruh permasalahan melalui mekanisme dan aturan tentu akan dipatuhi.

“Kenapa saya tidak menandatangani penghilangan nama Awam Abdulah dalam Daftar Calon Tetap (DCT) pada Pemilu legislatif, karena ada aturan dalam keputusan DPP menyatakan perubahan aturan ini harus melalui persetujuan DPP. Karena pencabutan Awam Abdulah tidak melalui persetujuan DPP saya tidak akan menandatangani. Kenapa saya tidak tangani pengajuan Srie pada saat pengajuan ke DPRD, karena saya melihat proses pengajuannya itu tidak benar karena tidak sesuai dengan SK 411/KPTS/DPP/VIII/2009 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penetapan Pimpinan Dewan dan ketua Fraksi DPR-RI,DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota dari PDI-Perjuangan,” imbuhnya. 

Harus diketahui kata Joko bahwa di parpol tindak lanjut dari AD/ART adalah Surat Keputusan (SK) partai. Makanya masalah ini seharusnya yang memberi klarifikasi adalah ketua DPC bukan orang-orang yang tidak mempunyai kewenangan untuk memberi komentar. Klarifikasi ketua DPC sangat perlu jangan sampai permasalahan ini berlarut-larut.

“Kalau memang kata ketua DPC itu benar katakan di publik. Jangan disuruh yang bukan kapasitasnya memberi keterangan di media,” sindirnya. 

Harus dipilah kata Joko, ia atau pengurus lain bukan mempermasalahkan surat keputusan DPP PDI-Perjuangan, karena DPP PDI-Perjuangan cuma menerima. “Mereka tidak tahu menahu kejadian yang terjadi di Mura sampai berlarut-larut seperti ini,” terangnya.

Ketika itu diajukan DPP, pimpinan di DPP mengadakan rapat bukan melalui persetujuan perorangan, paling tidak ada korwil yang menyetujui. Tidak hanya keputusan Mega dan Pramono saja. Begitu urgennya dalam pasal 5 ayat 3 dan 4, bahwa ketua yang akan diusulkan menjadi ketua DPRD Mura harus dipilih melalui rapat DPC. “ Ini pemilihan bukan mengambil keputusan. Kalau mengambil keputusan harus dihadiri 2/3 pengurus, begitu juga DPRD seluruh instansi seperti itu juga,” jelasnya. 

Terpisah Wakil Ketua Bidang Bapilu DPC-PDI-Perjuangan, Taufik Zaini, secara terang-terangan mengatakan bahwa mosi tidak percaya sudah didukung 13 PAC. “ Kalau tidak salah, ya, tapi jumlah jelasnya saya tidak memegang daftarnya, sebab yang memegang sekretaris DPC,”jelasnya.

Dalam kesempatan itu juga ia mengatakan bahwa berdasarkan rapat tersebut, pengurus juga melalui sekretarid DPC sudah melayangkan surat ke Sekwan untuk meminta penundaan penetapan dan pelantikan ketua DPRD Mura defenitip. “ Cubo Tanya dengan sekretaris DPC, apakah surat permintaan penundaan sudah dikirim ke sekwan apa belum,”pintanya. (ME-07)

0 komentar:

Top Reader

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More