19 Juni 2010

Suharto : Biaya Sertifikasi akan Dikembalikan

MUSI RAWAS-Kepala Dinas Perkebunan (Disbn) Mura, Suharto Patih mengatakan kendala biaya sertifikasi yang dihadapi petani karet untuk mengikuti program revitalisasi perkebunan sebenarnya dapat diatasi. Hanya saja untuk tahap awal petani memang harus mengeluarkan biaya sendiri.

“Program revitalisasi dari pemerintah pusat ini melibatkan pihak Perbankan, sehingga kendala yang dihadapi petani dapat diatasi, caranya petani meski mengurusi sertifikat lahan miliknya dengan menggunakan modal sendiri kemudian setelah memiliki sertifikat petani dapat mengajukan pinjaman kepada pihak bank,” kata Kepala Dinas Perkebunan Mura, Suharto Patih kepada wartawan.

Dijelaskannya sertifikat sebagai salah satu syarat mutlak untuk mengikuti program revitalisasi perkebunan merupakan salah persyaratan yang dapat digunakan untuk jaminan pihak perbankan meminjamkan modal awal.

“Yang jelas petani hanya mengeluarkan dana sendiri untuk biaya pembuatan sertifikat tanah, namun nantinya akan dikembalikan melalui dana pinjaman bank. Modal pinjaman Perbankan ini nantinya akan dicicil oleh petani di tahun ke lima saat perkebunan petani mulai menghasilkan,” terangnya. Selain itu, petani karet jika dapat memperoleh biaya pembuatan sertifikat tanah melalui dana gotong royong, artinya dana dapat diperoleh dari sesama anggota kelompok. Cara ini lebih efesian dan banyak digunakan kelompok tani dan petani yang ada di beberapa Kabupaten.

“Setelah pinjaman dari perbankan cair maka uang gotong royong yang digunakan untuk pembuatan sertifikat dapat dikembalikan,” terangnya.

Sebelumnnya beberapa petani karet kepada koran ini mengatakan menyambut antusias program Revitalisasi Perkebunan (Retbun) yang digulirkan Dinas Perkebunan Mura. Namun program tersebut masih tertunda bahkan terpaksa hanya menjadi angan-angan lantaran pemilik lahan masih terganjal sertifikasi sebagai salah satu persyaratan yang ditentukan Dinas Perkebunan.

Petani karet Kecamatan STL Ulu Terawas, Bahar, mengakui jika terpaksa mengurungkan niat untuk mengikuti program revitalisasi perkebunan sebab ia terganjal kelengkapan administrasi (sertifikat lahan) sebagai persyaratan.

“Awalnya saya dan petani lain sangat antusias dengan program ini karena kami bisa mendapatkan bibit yang berkualitas. Tetapi untuk ambil bagian dalam program ini, kami terpaksa harus banyak perhitungan karena biaya sertifikasi lahan yang menjadi sarat uatama keikutsertaan revitalisasi terlalu mahal, sedikitnya harus mengelaurkan biaya sebesar Rp 3 juta untuk setiap persilnya,” kata Bahar.

Senada dikatakan warga Kecamatan Muara Kelingi, Amsyah. Menurutnya sejak 2009 lalu ia berniat untuk mengganti seluruh pohon karetnya, akan tetapi karena kekurangan modal, dengan terpaksa sampai saat ini belum bisa terealisasi.

“Kami sudah mengajukan untuk mendapatkan revitalisasi, namun kami ditolak dengan alasan harus ada sertifikat lahan,” kata Amsyah.

Kabid Revitalisasi Perkebunan, A Rozak membenarkan hal tersebut.
“Program ini diadakan untuk membantu masyarakat dalam merevitalisasi perkebunan karet mereka,” katanya. Program yang sudah diadakan sejak 2008 lalu dengan alokasi anggaran mencapai Rp 50 milyar, jelas Rozak, sampai dengan pertengahan 2010 ini baru tersalurkan dengan nilai sekitar Rp 17 milyar.

Rozak menjelaskan, berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 13 tahun 2010 tentang tarif dan biaya sertifikasi lahan, setidaknya masyarakat harus menyiapkan dana untuk sertifikat sebesar Rp 2,5 juta sampai Rp 3 juta untuk tiap persil lahannya.

“Kesulitan petani untuk revbun ini biasanya mereka (petani,red) tidak memiliki dana awal untuk mengurus sertifikat lahan yang menganggap PP baru itu terlalu memberatkan, padahal disisi lain, sertifikasi lahan itu menjadi salahsatu sarat yang harus disediakan,” terang Rozak. (ME-06)

0 komentar:

Top Reader

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More