22 Juni 2010

Nuzuan: Dewan Tak Akan Legalkan Raperda SBW

LUBUKLINGGAU-Ada kemungkinan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Sarang Burung Walet (SBW) yang diajukan Pemerintah Kota (Pemkot) Lubuklinggau tidak akan dilegalkan (Sah) oleh DPRD Kota Lubuklinggau.

Indikator itu sangat memungkinkan terjadi, karena dalam melakukan pembahasan dewan khususnya Panitia Khusus (Pansus) I lebih memperhatikan aspek kesehatan masyarakat dan keindahan Kota Lubuklinggau. Jika itu benar, maka keberadaan SBW di wilayah Kota Lubuklinggau, bisa dikatakan illegal.

Menurut Sekretaris Pansus I, Nuzuan Ahdi, kepada Musirawas Ekspres, kemarin (21/6) sebenarnya Pansus I saat ini membahas tiga Raperda diantaranya Raperda Bea Perolehan Hak atas Bawah Tanah (BPHTB), Pajak air bawah tanah dan Raperda SBW.

Untuk dua Raperda BPHTB dan SBW saat ini masih dalam proses. Namun demikian, bila dikhususkan membicarakan masalah Raperda SBW dan mau memungut pajak kita harus mengetahui dahulu masalah SBW. Apalagi pansus I urusan pajak, sementara pansus II urusan pengaturan pajak.

“ Nah kita menunggu informasi dari pengaturan dahulu. Karena apa kalau kita menarik pajak SBW sudah clear dari pengaturannya,”tegasnya.

Apalagi kalau membicarakan SBW ini banyak hal yang harus diundang, diantaranya masyarakat lingkungan, mungkin LSM, YLKI.

Karena apa kata Nuzuan orang membuat penangkaran SBW dampak terhadap masyarakat bagaimana. Nah makanya kita butuh konsultasi dengan pakar-pakar lingkungan. Kalau mau memungut SBW, ternyata dari pakar-pakar mengatakan penangkaran SBW akan merusak kesehatan masyarakat lingkungan, artinya tidak bisa kita legalitaskan.

“Karena itu sudah menyangkut kehidupan orang banyak, kesehatan masyarakat. Orientasinya lebih ke kesehatan masyarakat dibandingkan ke PAD,”ungkapnya.

Dari kenyataan itu ada kemungkinan dewan tidak akan melegalkan Raperda SBW. Tidak dilegalkan masalah Raperda SBW ini apabila hasil konsultasi dengan pihak-pihak terkait
Atau pakar-pakar mengatakan merusak kesehatan masyarakat.

“ Yo jelas dewan tidak akan melegalkan kalau hasil-hasil konsultasi dengan pihak-pihak terkait atau pakar-pakar terkait dalam bidang itu, ini akan merusak kesehatan masyarakat. Dewan tidak akan menyetujuinya,”tegasnya.

Tapi kalau seandainya, pakar-pakar mengatakan ada antisipasi ada jalan keluar. Ada kemungkinan dewan akan melegalkannya. Dengan ketentuan antisipasinya dari pengusaha SBW tadi. Sebab selama ini pengusaha SBW tersebut tidak ada kontribusinya untuk Pemerintah.

Ditambahkannya, apabila dari aspek kesehatan pakar mengatakan tidak ada masalah, bagaimana dari aspek keindahan Kotanya. Kalau dari aspek keindahan kota membuat kota menjadi jelek, maka dewan pun tidak akan melegalkannya.

“ Penangkaran SBW kalau dari aspek kesehatannya tidak masalah, aspek keindahan kotanya akan menjadi jelek. Jangan sampai membuat penangkaran seperti gudang dirubah tidak memperhatikan lingkungan dan keindahan kota,”tuturnya.

Padahal Kota Lubuklinggau sudah mendapatkan piala adipura, harusnya menjaga kebersihan dan keindahan. Artinya mereka harus menjaga estetika. Jangan sampai semberawut dengan adanya penangkaran SBW. Apalagi penangkaran SBW identik dengan bunyi-bunyian. Nah kalau waktu magrib harus dimatikan. Untuk memberlakukan itu semua, Raperdanya harus dikonsep dengan dibuat aturan.

Bagaimana masalah Raperda pajak air bawah tanah, politisi Partai Amanat Nasional ini mengatakan pajak air bawah tanah pembahasannya sudah hamper selesai. “Cuma kita masih membutuhkan imformasi dari pengusaha-pengusaha yang berpotensi menggunakan air bawah tanah. Caranya mereka kemungkinan akan diundang, seperti pengusaha hotel, air isi ulang, pemiliuk cucian mobil,”paparnya.

Nah waktu kita mengundang mitra kerja kemarin dari Kantor Lingkungan Hidup, Pansus I mempertanyakan dengan adanya penarikan pajak, dampak lingkungan bagaimana. Jangan orientasi menarik pajak untuk menambah PAD tapi lingkungan hancur. Ada hal yang disampaikan saat itu bahwa lingkungan tidak akan berpengaruh, kalau memang ketentuan, 50 liter keatas perdetik dibuat Amdal.

Artinya dengan adanya Amdal bisa menjaga lingkungan. Begitu juga ketika mengundang Pertambangan dan Energi, dari dua instansi tersebut mereka merespon memungut pajak air bawah tanah. Sebab selama ini yang menarik pajak air bawah tanah adalah provonsi. Dengan UU No 28 tahun 2009 bahwa pajak air bawah tanah itu sudah merupakan jenis pajak kab/kota. Makanya dengan undang-undang itu kita buat turunan menjadi Raperda. Nah raperda inilah bahwa pajak air bawah tanah yang selama ini dipungut oleh provinsi kita yang pungut. Artinya akan menambah PAD Kota Lubuklinggau. (ME-07)

0 komentar:

Top Reader

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More