Terkait Kasus Dugaan Korupsi Dana KorpriLUBUKLINGGAU-Kejaksaan Negeri (Kejari) Lubuklinggau terus mengintensifkan penyelidikan kasus dugaan korupsi dana bantuan Korpri senilai Rp 1 M hasil audit BPK tahun 2006. Jika sebelumnya mantan Kabag Keuangan dan Kasubag Anggaran Setda Mura yang dimintai keterangan, kemarin (Senin, 27/10) giliran Sekretaris DPRD (Sekwan) Mura, Drs H M Isa Sigit MM yang dimintai keterangan oleh Kejari Lubuklinggau. Bahkan pemeriksaan cukup alot memakan waktu sekitar lima jam.
Isa Sigit yang juga mantan Kepala Dinsos Mura ini datang ke Kejari Lubuklinggau sekitar pukul 10.00 WIB menegenakan Pakaian Dinas Harian (PDH), langsung masuk ke ruang Kasi Intelijen. Di dalam ruang Kasi Intelejen informasinya Isa Sigit dicerca beberapa pertanyaan seputar kasus dugaan korupsi Korpri Rp 1 M hasil audit BPK tahun 2006. Diperkirakan Sekwan dimintai keterangan bukan sebagai saksi, tapi dimintai keterangan untuk pengumpulan data.
Kajari Lubuklinggau, Taufik Satia Diputra SH, kepada Musirawas Ekspres, Senin (276/10) di ruang kerjanya mengakui Kejari Lubuklinggau meminta keterangan kepada Sekwan, Drs H M Isa Sigit, MM karena kapasitasnya pernah sebagai wakil ketua Korpri Mura. "Benar, Kejari memeriksa Sekwan Mura untuk dimintai keterangan sebagai upaya pengumpulan data. Disamping itu untuk memastikan apakah yang bersangkutan tahu atau tidak masalah aliran dana korpri," jelasnya.
Selain melakukan pengumpulan data, Kejari Lubuklinggau juga meminta bantuan BPKP untuk melakukan audit seputar dana korpri tersebut. Tujuannya untuk mengetahui apakah ada kerugian negara atau tidak.
Siapa lagi yang akan diperiksa? Taufik menegaskan untuk pemeriksaan selanjutnya masih akan melihat aliran dananya terhenti dimana. Kalau berdasarkan penyelidikan masih diperlukan pemanggilan, maka akan dilakukan pemanggilan. “Siapa yang akan dipanggil belum diketahui," kelitnya.
Dalam kesempatan itu juga Taufik mengatakan berdasarkan penyelidikan hanya terjadi kesalahan prosedur administrasi, tidak bisa dikatakan korupsi. Makanya penyelidikan dilakukan untuk mengetahui siapa yang bertanggung jawab masalah aliran dana tersebut. "Kalau rekomendasi dari BPK minta diperbaiki belum tentu dikatakan korupsi,” tegasnya.
Sebagai informasi, awal mula kasus ini mencuat berawal dari laporan sejumlah LSM asal Kabupaten Mura seperti LSM Gelombang Ummat, Persatuan Guru Intelektual Indonesia (PGII), Lembaga Pemantau Pembangunan dan Peduli Rakyat dan Lembaga Misi Reclassering Republik Indonesia, kepada Kejari Lubuklinggau dan bahkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jakarta.
Salah satu Ketua LSM yang getol agar kasus ini ditindaklanjuti, Ahmad Jamaluddin didampingi Sekretaris Lembaga Pemantau Pembangunan dan Peduli Rakyat, Mulyadi mengungkapkan berkas kasus ini juga sudah disampaikan ke Kejari Lubuklinggau pada 8 September 2008 lalu dan telah ditindaklajuti pihak Kejari setempat dengan telah memeriksa beberapa saksi.
Lebih lanjut Ahmad memaparkan, munculnya dugaan kasus korupsi ini berawal dari didapatnya hasil audit BPK RI atas laporan keuangan Pemkab Mura tahun anggaran 2006 di Lubuklinggau dengan nomor surat: 154.a.1/S/XIV.2/07/2007 tanggal 4 Juli 2007. Dimana dari hasil audit itu, lanjut dia, terdapat realisasi bantuan keungan menyalahi ketentuan."Dimana salah satu oraganisasi yang mendapat bantuan tersebut adalah Korpri dengan mendapat kucuran dana segar sebanyak dua kali sebesar Rp 1.085.533.000,-,"ungkapnya.
Adapun modus operandi korupsi, papar dia, dengan cara, Pemkab Mura pada satuan kerja Sekda mengucurkan dana bantuan kepada Korpri sebagai suatu organisasi kemasyarakatan sebanyak dua kali dan diberikan secara terus menerus sebesar Rp 1.085.533.000,- yang mana menurut hasil audit BPK RI hal tersebut tidak sesuai peraturan Pemerintah (PP) Nomor 58 tahun 2005 tentang pengelolaan keungan daerah pasal 4 ayat 1 dan Kepmendagri No 29 tahun 2002 pasal 55 ayat 2.
Serta, sambung dia, lampiran II surat edaran Mendagari No 903/2429/SJ tentang tekhnis penyusunan APBD/perubahan dan APBD tahun 2006 butir A angka 4 huruf d.3b bantuan keuagan 1,2 dan 3. Padahal, kata dia, bahwa Korpri sebagai organisasi yang beranggotakan seluruh PNS di lingkungan kerja Pemkab Mura biaya untuk operasional dan penunjang seluruh kegiatan organisasi telah menarik iuran yang dipotong langsung dari gaji setiap PNS di lingkungan kerja Pemkab Mura dengan besaran Rp 1.000 sampai Rp 15.000 berdasaekan golongan dan jabatan PNS bersangkutan.
Anehnya lagi, kata Achmad, berdasarkan hasil investigas mereka pada 11 Agustus 2008 lalu ternyata salah satu pengurus inti Korpri Sekda Kabupaten Mura tidak mengetahui adanya dana bantuan Rp1.085.533.000,- tersebut. "Kemungkinan besar bendahara Korpri saat itu juga tidak mengetahui adanya bantuan itu, lantaran dia (bendahara Korpri) sedang berurusan dengan aparat pengak hukum dan terjerat kasus hukum," tandasnya.
Dari data dan hasil investigasi mereka selama ini, maka dirinya beserta rekan-rekan LSM lain menduga kuat telah terjadi tindakan korupsi di Sekda Mura pada organisasi Korpi tahun 2006 lalu."Kami menduga mantan Sekda Kabupaten Mura saat itu yang juga merangkap sebagai Ketua Korpri Kabupaten Mura telah berusaha untuk memperkaya diri sendiri termasuk keluarga, dan para kroninya dengan sengaja menyalahgunakan wewenang yang ada padanya sebagaimana disebutkan dalam Pasal 3 UU No 31 tahun 1999 pasal 3 Jo No UU No 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi dan penyelahgunaan jabatan atau wewenang,"katanya. (ME-02)